Hiduplah seperti pohon yang tumbuh subur~

Jumat, April 17, 2009

Pacat.. Oh .. Pacat..

Cerita ini berawal dari pertemuan kami dengan beberapa teman sesama pecinta alam. Akhir tahun 2004, tepatnya tanggal 31 des kami berniat untuk menghabiskan akhir tahun dengan bercamping ria di gunung sinabung. Camping ground dengan latar belakang danau lau kawar, membuat area ini menjadi menu utama bagi mereka yang suka meniru kehidupan di zaman batu alias tidur tanpa sentuhan modernitas (namanya juga legenda jadi agak berbau zaman sebelum masehian gitu).

Tidak tanggung-tanggung, ratusan bahkan jutaan manusia (nek coyo) disaat musim seperti ini, memenuhi area yang tidak lebih besar dari lapangan bola teladan. Pada umumnya, aktivitas yang dilakukan tidak lebih dari sekedar mempersiapkan acara yang dinanti-nantikan di malam pergantian tahun yaitu……..perang kembang api…..

Kami pun tidak ingin ketinggalan suasana, dengan berpedoman pada UUD , semangat juang 45 dan ambisi yang membara, kami pun bergegas mencari kayu bakar dan bambu untuk membuat meriam dalam rangka memeriahkan acara di malam nanti. Setelah disepakati, kami berenam pun bergegas menuju lancuk danau lau kawar sinabung, tepatnya di point pilar lembah pacat,… di pilar tersebut terpampang suatu pengumuman yang tidak satu orangpun tahu dengan pasti, siapa yang kurang kerjaan menulis ditempat seperti itu. Pengumuman tersebut berisi peringatan yaitu, “setelah pilar ini, adalah lembah pacat. Jangan masuki kecuali anda memang nekad”. Awalnya kami hanya mengira bahwa pengumuman itu hanya isapan jempol belaka dan ternyata memang isapan jempol belaka……… ternyata memang isapan jempol namun jempol raksasa…

Entah siapa yang memulai, tapi pastinya kami berlima masuk ke dalam sedangkan satu lagi tinggal di pilar (katanya dia ng sanggup karena kepalanya lagi pusing dan hampir kemasukan,.. setelah kami pulang baru ketauan kalau dia memang kemasukan tapi kemasukan duri), jadi kami memperbolehkannya untuk turun dan kembali ke tenda.

Di tengah perjalanan, seorang dari kami (aku pun ngak ingat lagi namanya karena saat itu kami ng sempat untuk berkenalan) ngomong : “bagaimana kalau kita ke air terjun” dengan semangat spontanitas ‘45 yang menyala, kami bergegas menyusuri jalan setapak. Di tengah perjalanan, kami di hadang ribuan pacat dan sangking banyaknya jumlah spesies, keanekaragaman, kelimpahan, keseragaman dan indeks dominansinya yang dapat dihitung dengan rumus tertentu (elehh…..)….., suara mereka berjalan seperti dedaunan yang tersiram air hujan. Memang kami akui pacat yang bercorak belang2 tsb seperti pejuang tempo doeloe yang pantang menyerah demi mepertahankan negeri ini dari berbagai penjajahan, anarki, perbudakan, penganiayaan, pemerkosaan, kezaliman, instuisi, kesusasteraan, kontemporer, taplak meja, abstraktif (merdekaaaaa…….). Disaat satu ekor pejuang yang menempel diambil, sudah 10 pejuang lain yang menempel, hal ini tak beda dengan semboyan “dibuang satu datang seribu dan habis belang2…………ya belang2 lagi….”.

Karena panik, (bukannya ngeri tapi geli) aku memutuskan melepas sandal biar gampang melihat pacat yang nempel dan gampang untuk memanjat pohon untuk melepasnya dari atas… disaat kami manjat pohon, maka pacat2 di bawah sudah menari hula-hula ala hawaii seolah-olah mengatakan “ hayo…….kami tunggu kalian di bawah, kapan kalian ng turun dari pohon”… setelah sekian lama, temanku yang paling depan lari menyelamatkan diri. Tanpa membuang waktu lagi, dengan kecepatan 300 mil/jam aku pun lari mengikuti mereka. Akan tetapi, kami baru sadar setelahnya karena bukannya berlari ke belakang dan kembali ke camping ground namun malah berlari ke depan sehingga kami semakin masuk ke dalam gelapnya hutan dengan resiko tersesat….

Setelah berbalap ria dengan tentara pacat, Akhirnya kami sampai di aliran mata air walaupun harus menggunakan NOS. Setelah sampai di anak sungai yang mengalir di danau lau kawar, seseorang bertanya kepada ku, “lewat mana kita wak ? lalu aku menjawab “kok kau tanya aku ? ku pikir kau yang tau daerah ini ? dan sekarang kau pikir aku yang tau ? ya udah kita NYASAR dan mari kita rayakan penyasaran ini. Lalu…dengan rasa tak bersalah, aku ngomong sama semua… “ yang penting kita sehat-sehat aja….”.

Tidak terasa ternyata matahari sudah enggan untuk mampir di dalam hutan. Hari sudah hampir magrib,… namun pasukan pacat terus mengejar dengan kecepatan 10 km/jam, sehingga memaksa kami untuk mundur ke garis pertahanan (bebatuan di tengah sungai). Dan anehnya, mungkin pacat ini pernah sekolah selam atau mungkin juga angkatan lautnya pacat karena mereka menggunakan daun yang hanyut di tepi sungai sembari mencoba menempel pada kami.
Jujur saja, walaupun aku adalah asissten taksonomi hewan rendah selama hampir 4 tahun, baru kali ini aku melihat pacat jenis ini. Pacat dengan semangat juang yang tinggi, mengutamakan makanan tanpa memikirkan keselamatan diri dan pacat dengan pengorbanan jiwa….(semoga arwah pacat yang kami bunuh diterima di sisiNYA, Amin).

Singkat cerita, Chandra berkata, wak….kita berhenti dulu di tengah sungai ini dan berembuk. Spontanitas kami mengikuti anjurannya demi kesehatan bersama….

Ada 3 hasil yang dicapai dari rapat mendadak di antah berantah tersebut:
1. Menginap dan tidur diatas pohon.
Mengikuti saran Chandra Namun karena aku cuma pakai celana perang + kaki kena duri rukam (sejenis perdu dengan duri batang sepanjang 2 inchi) + belum makan siang dan hanya mengandalkan satu batang rokok, maka langkah yang pertama mutlak tidak disepakati.
2. Kemudian akupun memberikan saran, bagaimana kalau kita menyusuri danau dari bagian tepi yang berpegangan dari akar dan ranting pohon sampai camping ground. Masukan kedua ini di tolak, karena ada yang ng pandai berenang dan takut tenggelam di makan hiu.
3. Karena pengambilan keputusan saat terdesak di hutan harus mengikuti suara terbanyak, maka langkah yang ketiga (buat jalan sendiri) merambah jalan melewati hutan bambu pun kami lakukan.

Tepat di daerah itulah kami dikejar seekor beruang madu. Seperti anak muda india kami lari gak tentu arah, terlebih hari sudah gelap. Untunglah kami berhasil kabur dan tidak satupun dari kami yang berhadapan dengan hewan tersebut. Dengan nafas yang tersengalsengal (tidak kalah dengan nafas pelari jarak jauh olimpiade), kami melanjutkan perambahan untuk mencari jalan keluar. Akhirnya kami harus berhadapan dengan hutan bambu dimana rawa menjadi asesoris di kiri-kanan jalan tersebut…., aku berada di barisan paling belakang,,, satu persatu mereka melewati batang kayu dan di saat giliranku, ternyata batang kayunya sudah hancur dan akupun tenggelam sedalam dada. Spontan aku berteriak “ woy…..aku tenggelaaa…m”. Lalu mereka lempar kayu sehingga aku selamat badan penuh lumpur dan derita. Setelah brejalan agak jauh, akhirnya kami menemukan bungkus rokok Galan yang sudah tua dimakan waktu, dilihat dari keadaan kotak rokoknya, aku bisa pastikan kalau usianya sudah hampir setahun terkapar di sana. Namun itulah, sumber semangat kami untuk terus melanjutkan perjalanan karena kami yakin sudah berada di jalan yang benar (bisa dipastikan itu adalah rokok masyarakat setempat yang pernah memancing sampai di sini)...

Terlebih lagi kami menemukan area yang bersih di pinggir sungai….,dengan spontan aku katakan “tempat memancing”. Setelah kami meraba-raba…kami menemukan jalan setapak dan ternyata jalan itu berakhir di kebun jeruk masyarakat setempat. Kami bergegas untuk melalui jalan tersebut dan terus melaju dengan kecepatan penuh agar cepat tiba di luar kebun. Pintu keluar pun sudah ada di depan mata, namun pintu tersebut dijaga oleh 4 ekor anjing yang lagi galak-galaknya. Dengan langkah yang mulai putus asa, karena cobaan datang tanpa henti. Sesuai dengan pribahasa zaman dulu..“anjing menggonggong, petrus berlalu” akhirnya kami lewati juga walaupun mendapat bonus caci maki dari yang punya kebun karena dia merasa kami masuk tanpa permisi (mana ada orang nyasar pake permisi ??? lagian mana tau2 kami kl bisa tembus di situ….).

Tepat magrib kami sampai ditenda dengan wajah lusuh dan penuh gigitan pacat. Saat itu juga datang seorang ranger sinabung secara tidak sengaja (namanya bang enda) untuk meminta sedikit bawang. Kami menceritakan kisah yang baru saja dialami. Kemudian dia berkata “kalian terlalu nekat, kan dah ada peringatan di pilar bahwa area lembah pacat jangan dimasuki….”. Dari hal yang ia ceritakan, kami tau bahwa jalan yang kami lalui di hutan itu ternyata sudah 2 tahun tidak ada yang melaluinya.

Itu adalah pengalaman terburuk yang pernah aku alami bersama teman2 sejawat… walaupun pengalamannya begitu extreme, namun tetap indah jika dikenang……

The End
Singkat bukan????
Nb. :
Keterangan tentang pemain….
 Lim’s jr,…….( Lebih baik g usah tau,.. berbahaya….Huahahahahaha.. )
 Radiansyah Hadi Chandra, temanku sesama asisten laboratorium Biologi & lapangan dan juga 1 dari 3 sesepuh Biota.
 M. Donny Fitrah, teman dekatku yang merangkap Ketua Biota periode 2004-2005
 Robi, kami baru kenal setelah nyasar dan ternyata dia juga dari Medan
 Player 1 dan Player 2, aku dah ng ingat lagi nama mereka tapi yang jelasnya kami kenalan di saat nyasar itu….kalau ng salah, mereka anak Perjuangan.

Keterangan tentang isi cerita….
Cerita di atas diceritakan langsung oleh salah satu pemainnya…. melalui analisis varians tim investigasi, diketahui bahwa F hitung > F tabel sehingga, Hipotesis alternative diterima pada taraf signifikansi 95 % atau setara dengan  = 0.05 yang artinya bahwa cerita tersebut dikategorikan benar.


0 comments:

Posting Komentar

Lestari ,
Diharapkan Kepada Para pengunjung Untuk dapat berkomentar demi kemajuan Blog Ini, silahkan tinggalkan nama anda serta url, dan mohon untuk tidak anonim.
Terima Kasih ...

About me

BIOTA SUMUT

About