Hiduplah seperti pohon yang tumbuh subur~

Sabtu, Mei 16, 2009

Lidah Bunglon Lebih Cepat daripada Pesawat Jet Tempur


Buku-buku teks zologi menjelaskan bahwa lidah balistik bunglon diperkuat oleh seutas otot pemercepat (akselerator). Otot ini memanjang ketika menekan ke bawah pada tulang lidah, yang berupa tulang rawan kaku di tengah lidah, yang membungkusnya. Akan tetapi, dalam sebuah penelitian yang telah disetujui untuk diterbitkan oleh majalah ilmiah Proceedings of the Royal Society of London (Series B), dua ahli morfologi yang memelajari kebiasaan makan bunglon menemukan unsur-unsur lain yang terkait dengan gerakan cepat lidah binatang ini.

Kedua peneliti Belanda ini, Jurriaan de Groot dari Universitas Leiden, dan Johan van Leeuwen dari Universitas Wageningen, mengambil film-film sinar X berkecepatan tinggi, yakni 500 bingkai per detik, dalam rangka menyelidiki bagaimana lidah bunglon bekerja ketika menangkap mangsa. Film-film ini menunjukkan bahwa ujung lidah bunglon mengalami percepatan 50 g (g = konstanta gravitasi). Percepatan ini lima kali lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh sebuah jet tempur.
Para peneliti ini membedah jaringan lidah dan menemukan bahwa otot pemercepat sama sekali tidak cukup kuat untuk menghasilkan gaya yang diperlukan ini sendirian. Dengan meneliti lidah bunglon, mereka menemukan keberadaan sedikitnya 10 bungkus licin, yang hingga saat itu belum diketahui, di antara otot pemercepat dan tulang lidah. Bungkus-bungkus ini, yang melekat ke tulang lidah di ujungnya yang terdekat dengan mulut, teramati mengandung serat-serat protein berajutan spiral. Serat-serat ini memadat dan berubah bentuk ketika otot pemercepat mengerut dan menyimpan tenaga bagaikan seutas pita karet yang tertekan.

Ketika mencapai ujung bulat tulang lidah, bungkus-bungkus yang ketat dan memanjang ini secara bersamaan menggelincir dan mengerut dengan kekuatan dan melontarkan lidah. Secepat serat-serat ini menggelincir dari tulang lidah, bungkus-bungkus saling memisahkan diri bagaikan tabung-tabung sebuah teleskop, dan karena itu lidah mencapai jangkauan terjauhnya. Van Leeuwen berkata, “ini adalah ketapel teleskopis.”

Ketapel ini memiliki ciri lain yang amat menyolok. Ujung lidah mengambil bentuk hampa pada saat menghantam mangsa. Ketika terlontar, lidah ini dapat menjulur sejauh enam kali panjangnya ketika istirahat di dalam mulut, dan dua kali panjang tubuhnya sendiri.

Jelaslah bahwa bungkus-bungkus yang saling terhubung pada lidah bunglon ini tidak pernah dapat dijelaskan menurut evolusi. Dalam wacana itu, mari kita ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimanakah masing-masing bungkus ini berevolusi ke tempatnya yang benar?
2. Bagaimanakah lidah tumbuh sedemikian panjang?
3. Bagaimanakah otot pemercepat muncul?
4. Bagaimanakah bungkus-bungkus menyelaraskan gerak-geriknya sehingga membuat lidah mencapai panjang maksimumnya?
5. Bagaimanakah bungkus-bungkus menumbuhkan kemampuan untuk “memanjangkan diri bak tabung-tabung teleskop”?
6. Bagaimanakah binatang tersebut menyatukan semua bagian ini setelah “meluncurkan” lidah?
7. Jika lidah ini diperoleh sebagai sifat menguntungkan akibat proses evolusi, lalu mengapa sifat unggul ini tidak berkembang pada binatang-binatang lain dan mengapa binatang-binatang lain tidak memiliki cara berburu yang sama?
8. Bagaimanakah bunglon (atau binatang yang dianggap moyang peralihannya) dapat bertahan hidup ketika semua sistem yang rumit ini diduga pelan-pelan berevolusi?

Seorang evolusionis tidak akan memiliki jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan ini. Gambar di sebelah kiri, sebuah lukisan yang mewakili penampang melintang lidah bunglon, menyingkapkan bahwa sistem sempurna ini bergantung pada penciptaan yang amat khusus. Kelompok-kelompok otot dengan sifat-sifat yang berbeda secara tanpa cela melontarkan lidah, memercepatnya, menyebabkan lidah mengambil bentuk isap ketika menghantam mangsanya dan lalu cepat-cepat menariknya.

Kelompok-kelompok otot ini sama sekali tidak saling menghalangi fungsi masing-masing, namun bekerja dengan cara yang terselaraskan dalam menghantam mangsa dan menarik lidah kembali ke mulut dalam waktu kurang dari sedetik. Tambahan lagi, berkat kerjasama antara sistem penglihatan dan otak, kedudukan mangsa diukur dan perintah bagi lidah balistik untuk “menembak!” diberikan oleh syaraf yang mengirimkan isyarat di dalam otak.

Sudah pasti, bunglon tidak dapat memikirkan dan merancang sendiri rancangan yang demikian rumit itu. Penciptaan ini menyingkapkan keberadaan Allah, Sang Mahatahu dan Mahakuasa. Tidak ada keraguan bahwa Allahlah, Yang Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahabijaksana, Yang menciptakan bunglon.

Harun Yahya - Seruan Kepada Kebaikan

1 komentar:

  1. Salam Lestari,
    Adik-adikku, saya tidak komentari hal di atas, saya sependapat dengan hal itu.
    Adik-adikku, saya sudah lama tidak ke BIOTA padahal rasa rindu di hati sangat mendorong untuk menapakkan kaki sekedar berkunjung jumpai adik-adik semua di BIOTA. Sembilan Tahun sudah usia biota tepatnya pada tanggal 5 Juni 2009 yang lalu, sejak berdirinya 5 Juni 2000 sebagai organisasi ekstra diFMIPA yang habis-habisan kita perjuangkan atas nama jurusan Biologi yang aktiv dalam lingkungan hidup. dan tanggal deklarasinya pun disesuaikan dengan peringatan hari lingkungan hidup sedunia.
    Adik-adikku yang excellent in we're BIOTA, satu minggu paska deklarasi tahun 2000 kita sudah buat seminar lingkungan hidup tingkat regional sumbagut yang mendatangkan pembicara dari berbagai praktisi, akademisi, dan aktivis lingkungan hidup regional sumatera di auditorium unimed. Pada saat itu Mapala Unimed yang juga saya mantan 'pejabat teras'nya belum mampu buat seminar sebesar yang kita buat karena kurang kekompakan, padahal kita hanyalah organisasi tingkat jurusan. Adik-adikku, organisasi boleh tingkat jurusan tapi gaungnya mari kembalikan agar menjadi regional, nasional, bahkan internasional.
    Adik-adikku hari ini saya tidak sengaja mengetik nama saya di google terus muncul blog BIOTA, saya terharu krn adik2 senantiasa ingat kepada pendahulunya, dan inilah bukti bahwa BIOTA memang sudah semakin besar dan mulai melewati masa ‘kanak2’nya.
    Adik-adikku berkaryalah tapi jangan sekedar di Kampus kita, namun tinjau dan amalkanlah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Termasuk apa yang bisa kita berikan hal positif kepada masyarakat dari we're BIOTA karena kita insan akademis.
    Teruslah besarkan biota, dan saya siap bantu sekedarnya.
    Dari abang kalian yang lebih dulu mengarahkan 'haluan' BIOTA dan dekat dengan Pak Zulkifli Simatupang, Pak CH Pardede, Pak Lazuardi, Pak Mufti Sudibyo, Pak Antonius sinaga, Ka I, Pak Tri, dan Para lembaga Pemerintah dan LSM aktivis lingkungan hidup SUMUT.
    Salam saya buat bapak2 dan ibu2 kita tersebut.
    dari yang selalu rindu bertemu adik-adiknya:
    ENGRAN ISPANDI SILALAHI, S.Pd.
    Kepala SMP dan SMA IT Al-Husnayain Pidoli Dolok
    Panyabungan, Mandailing Natal, SUMUT.
    Telp.(0636)321897
    HP/SMS. 0813 7594 0194
    Email: Engranisphi@usa.net

    BalasHapus

Lestari ,
Diharapkan Kepada Para pengunjung Untuk dapat berkomentar demi kemajuan Blog Ini, silahkan tinggalkan nama anda serta url, dan mohon untuk tidak anonim.
Terima Kasih ...

About me

BIOTA SUMUT

About