KEBAKARAN besar yang melanda Kaltim tahun 1998 silam menyebabkan hutan yang menjadi habitat (tempat tinggal) orangutan semakin menipis. Bukannya dilindungi, orangutan justru semakin diburu. Lembaran rupiah yang cukup banyak, seakan menjanjikan bagi pemburu untuk terus melakukan pembantaian.
Tak hanya itu, ekspansi perusahaan kehutanan, perkebunan, hingga pertambangan juga membuat habitat orangutan semakin menipis. Akibatnya, orangutan terus menyebar. Bahkan wilayah perkampungan juga menjadi salah satu daerah yang disukai orangutan untuk didatangi.
Sedikitnya sumber makanan, membuat tanaman perkebunan penduduk pun menjadi incaran. Akhirnya, satwa langka ini dianggap sebagai hama yang benar-benar efektif untuk merusak tanaman. Dalam satu hari, satu orangutan mampu memusnahkan 40 hingga 60 pohon sawit.
Jika orangutan bisa memilih, tentu mereka lebih senang tinggal di habitat asli dengan sumber makanan melimpah. Tapi mereka hanyalah binatang yang hanya memiliki insting dan tak bisa berfikir. Ketika rumah mereka rusak dan sumber makanan semakin menipis, tentu mencari daerah dengan sumber makanan
melimpah menjadi tujuan.
Bagi masyarakat sekitar yang merasakan dampak kerusakan yang diperbuat orangutan,
tentu menyalahkan orangutan adalah pilihan utama.
Tapi bagi kelompok konservasi, kelompok kapitalis yang menguasai lahan di Kaltim yang menyebabkan rusaknya habitat asli orangutan merupakan penyebab utama yang harus dipersalahkan.
Fakta lapangan, dari interview yang dilakukan dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Yaya Rayadin yang menyusun disertasi (karya tulis untuk mahasiswa strata 3) mengenai orangutan, perburuan orangutan semakin menarik perhatian, karena setiap nyawa orangutan dihargai Rp 1,2 juta.
"Cara pembayarannya juga simpel. Tak perlu bawa mayat orangutan yang berhasil dibunuh, cukup bawa telapak tangan orangutan.
Yaya mengatakan, land clearing (pembukaan lahan) yang tak sesuai kaidah lingkungan menjadi faktor utama yang menyebabkan orangutan melakukan ekspansi ke perkebunan sawit. Apalagi orangutan Kaltim dikenal sebagai orangutan yang paling survival (bertahan hidup) dibandingkan orangutan lainnya di Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
Keberadaan orangutan di Kalimantan Timur terancam. Mereka terus dibantai, sebagai dampak dari pembabatan hutan untuk membuka perkebunan kelapa sawit.
Situasi yang sama terjadi di Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur. Pada 26 Juli 2011, BKSDA dan COP terpaksa mengevakuasi dua orangutan. Satu induk orangutan diidentifikasikan dibunuh para pekerja sawit Makin Group. Dikatakan Hardi, ketika kuburannya orangutan dibongkar untuk mengetahui penyebab kematiannya.
Hasil identifikasi menyatakan, mayat orangutan tersebut babak belur seperti terkena pukulan yang dilakukan berulangkali, kedua pergelangan tangannya luka dan jarinya putus.
Adapun di Kalimantan Tengah, COP mengidentifikasi satu tengkorak orangutan di sekitaran areal konsesi PT TASK dan mengevakuasi tiga anak orangutan yang ditangkap pekerja setempat. "COP juga menemukan empat tengkorak orangutan di areal konsesi Wilmar Group pada 20 Agustus 2011."
BElajar dari Pongo Pygmaeus,,,
BalasHapusmari kita jaga dan lindungi Pongo obelii
LESTARI US
yuk Mariii..
BalasHapusLanjutkan...!!!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPerbedaan antara Pongo pygmaeus sama Pongo obelii apa,bg selain dari habitat asalnya??
BalasHapus